Sang Koruptor Waktu

Sering kita dengar dan mengutuk kedzaliman penguasa serta praktik korupsi. Hinaan membanjir di media sosial, seolah semua pejabat adalah koruptor. Padahal, di balik hiruk pikuk itu, ada jenis "korupsi" yang sering terabaikan, sebuah pengkhianatan terhadap aset paling berharga dalam hidup seseorang: waktu.

Banyak dari kita terlalu sibuk menghujat, menghina, dan mencaci maki koruptor negara yang tak kunjung dihukum mati. Seolah semua adalah penentu kebenaran, seolah kita adalah yang paling bersih dari korupsi. Tentu saja, kritik terhadap korupsi pejabat adalah bentuk pengawasan yang sah dan esensial dalam sebuah demokrasi. Namun, di tengah hiruk pikuk itu, mari kita tanyakan pada diri sendiri, menunjuk ke dalam sebelum menunjuk keluar: "Apakah saya telah mengelola aset terpenting saya dengan baik?"

Waktu adalah aset tak ternilai. Tak seorang pun mampu membelinya, tak seorang pun bisa mengembalikan waktu yang telah terbuang sia-sia. Kesadaran akan pentingnya waktu dapat menciptakan pribadi yang lebih produktif dan bermanfaat. Memahami bahwa waktu adalah aset paling berharga menjadi motivasi utama yang mengalahkan dorongan eksternal. Lengah sedikit, aset ini hilang. Jika dimanfaatkan, hidup makin berkah dan bermanfaat, aset pun bertumbuh lebih besar.

Ketika kita menyia-nyiakan waktu, melakukan hal-hal yang tidak penting, tidak bermanfaat, bahkan merugikan diri sendiri atau orang lain, kita sejatinya sedang "mengorupsi" potensi diri. Kita mengambil dari diri sendiri kesempatan untuk bertumbuh dan memberi manfaat. Bagaimana mungkin seseorang mampu memanusiakan orang lain jika ia tidak bisa memanusiakan dirinya sendiri dengan menghargai waktu yang diberikan?

Kehadiran waktu adalah anugerah terbesar dalam hidup. Menyia-nyiakannya adalah sebuah keteledoran manusia. Segala hal yang dihadiahkan ke dalam hidup kita sudah sewajarnya kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan. Penyesalan yang tiada akhir, lingkaran kekecewaan mendalam, seringkali berakar dari ketidakpekaan akan manfaat waktu. Kita menyesali apa yang terlewat, apa yang tidak dilakukan, atau tidak dimaksimalkan. Kita tidak hidup di hari ini, saat ini, dan inilah awal mula seseorang tidak menghargai waktu. Kekuasaan terbesar Tuhan yang paling kita rasakan hingga akhir hayat adalah umur, dan esensi umur adalah waktu. Waktu yang diberikan kepada manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Manusia lahir ke dunia bukan untuk kesia-siaan, melainkan untuk memiliki misi menjadi manfaat di bumi. Jadi, sebelum kita terlalu fokus menuntut pertanggungjawaban para pejabat atas "korupsi uang" mereka, mari kita juga bercermin dan memastikan kita tidak "mengorupsi" potensi hidup kita sendiri dengan menyia-nyiakan waktu. Keduanya adalah bentuk tanggung jawab, hanya saja di ranah yang berbeda.